Select Your Favorite Color

Sabtu, 25 Desember 2010

Pemuda dan Sosialisasi

Pemuda adalah generasi penerus dari generasi terdahulu. Anggapan itu merupakan beban moral yang ditanggung bagi pemuda untuk memenuhi tanggung jawab yang diberikan generasi tua. Selain memikul beban tersebut pemuda juga dihadapkan pada persoalan-persoalan seperti kenakalan remaja, ketidakpatuhan pada orang tua/guru, kecanduan narkotika, frustasi, masa depan suram, keterbatasan lapangan kerja dan masalah lainnya. Seringkali pemuda dibenturkan dengan “nilai” yang telah ada jika mereka berkelakuan di luar nilai tersebut.

Munculnya jurang pemisah antara generasi muda dan generasi tua merupakan akibat dari benturan dua kebudayaan yaitu tradisional dan modern. Dimana budaya tradisional itu dianut oleh generasi tua yang terdahulu dan budaya modern dikembangkan oleh generasi muda yang telah tercium arus globalisasi dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan yang lebih baik dari generasi orang tua. Perkembangan dengan tidak adanya kematangan/kedewasaan mental dan arah yang baik dapat menimbulkan masalah.

Orang tua mempunyai kebiasaan dalam mendidik anak yaitu dengan menurunkan nilai-nilai budaya dan penerusan kebiasaan mereka. Dewasa ini pemuda seringkali mengambil langkah sendiri dalam menjalani hidupnya tanpa menghiraukan pendidikan yang diberikan orang tuanya. Hal ini dikarenakan adanya anggapan dari pemuda bahwa apa yang diberikan oleh orang tua adalah suatu hal yang kuno. Adanya perbedaan situasi kehidupan dan banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi memposisikan pendidikan yang diberikan orang tua sudah ketinggalan jaman, dan mreka merasa lebih mengerti dan tahu bagaimana menjalani hidupnya sendiri.

Permasalahan ini adalah pemasalahan generasi yang merupakan suatu masalah masyarakat yang di kenal sejak dulu kala. Yang dipermasalahkan adalah nilai-nilai masyarakat. Bagaimana serasi atau kurang serasi hubungan ini akan tampak dalam saat-saat kritis. Dapat dikatakan bahwa masalah antar generasi merupakan suatu masalah modern. Adapun inti pokok adalah bahwa dalam masyarakat sistem tertutup/tradisional, pembinaan dan proses pendewasaan terjadi secara berlanjut dan diawasi oleh kontrol sosial masyarakat.

Secara klasik masa muda merupakan masa yang paling menyenangkan. Selama ini pemuda merupakan obyek dan bukan subjek bagi pembangunan, membuat mereka hanya sebagai penonton dan penikmat hasil dari pembangunan. Hal ini terjadi karena ketidak percayaangenerasi tua terhadap generasi muda, takut akan terjadi kegagalan dan sikap mengecilkan bukan suatu sikap yang membangun generasi muda menuju ke arah yang lebih baik karena hal itu dapat mengganggu perkembangan mental pemuda. Tidak adanya kesempatan untuk melakukan pembangunan menumbuhkan suatu perasaan yang membosankan dari diri pemuda, sehingga mereka cenderung melakukan perbuatan yang semena-mena.

Sikap meniru perilaku dari orang lain merupakan proses belajar. Maka lingkungan juga memiliki peran yang cukup besar dalam pertumbuhan setiap orang. Lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah dan lain-lain memiliki porsi yang berbeda dalam membentuk kepribadian anak. Misal seorang anak yang tinggal di lingkungan sekolah pasti memiliki kepribadian yang berbeda dengan anak yang tinggal dilingkungan pasar.

Setiap individu dalam berinteraksi selalu melibatkan individu lain baik yang berkelompok maupun tidak. Dalam hubugannyaindividu dapat mengubah, memperbaiki bahkan merusak eksistensi suatu kelompok/lingkungan demikian juga sebaliknya. Perilaku yang menyimpang belum tentu karena adanya keinginan dari dalam pemuda itu sendiri melinkan lingkungan yang dibentuk oleh generasi terdahulu juga berpotensi memicu tindakan yang menyimpang oleh pemuda.

Jurang pemisah antar golongan akan musnah jika kita memandang semua golongan itu dengan derajat yang sama. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara pemuda, orang dewasa, dan anak-anak secara fundamental. Tidak ada generasi yang menganggap dirinya pelindung generasi sekarang atau yang akan datang. Semuanya bertanggung jawab atas kelangsungan hidup generasi sekarang dan yang akan datang. Meskipun ada perbedaan dalam pola pikir, menghayati makna hidup semata-mata disebabkan oleh perbedaan antara kelompok-kelompok yang ada, antara generasi tua dan generasi muda misalnya, terletak pada tingkat dan ruang lingkup tanggung jawabnya masing-masing.

Dikutip dan diedit dari :
Ahmadi, Abu. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : PT Rineka Cipta.
http://lunaticredmoon.blogspot.com/2010/11/pemuda-dan-sosialisasi.html

Virtual Class Universitas Gunadarma

Virtual class, disebut juga V-class, merupakan fasilitas pengajaran berbasis web, dimana antara dosen dan mahasiswa tidak bertemu secara langsung melainkan melalui unia maya. V class ini berisi materi, soal (per & post test), dan forum diskusi bagi mahasiswa tiap kelas, dan setiap mahasiswa diharuskan untuk mendownload materi dan mengerjakan soal yang sudah disediakan oleh dosen yang bersangkutan sebagai pengganti pertemuan di kelas. Selain itu, didalam v-class mahasiswa juga dapat berdiskusi dengan dosen yang bersangkutan apabila mahasiswa tersebut masih belum memahami materi yang di berikan oleh sang dosen. Seluruh mahasiswa di Universitas Gunadarma bisa mengikuti V-class ini dengan cara membuka halaman url http://v-class.gunadarma.ac.id, lalu login menggunakan NPW dan password studentsite. Melalui V-class, semua mahasiswa dimanapun yang ada di Indonesia dapat mengikuti kuliah yang diselenggarakan oleh Universitas Gunadarma.

Kelebihan V-class yaitu mahasiswa tidak harus berada di dalam kelas untuk mendengarkan materi yang diberikan oleh dosen, yang perlu dilakukan mahasiswa cukup hanya melaui internet untuk menperoleh materi dari mata kuliah dosen yang bersangkutan dengan cara mendownload materi yang diberikan oleh dosennya tersebut. Disini juga ada seksi tanya jawab dengan dosen dan juga soal-test yang harus dijawab untuk menambah nilai mahasiswa. V-class juga tidak dibatasi waktu perkuliahan, meskipun kita mau membukanya pada tengah malam sekalipun. Namun meskipun demikian, V-class juga memiliki kekurangan, seperti pertukaran informasi yang kurang maksimal karena mahasiswa tidak secara langsung berdiskusi oleh dosen, selain itu dosen juga tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mahasiswa dalam mengikuti kelas tersebut.

http://v-class.gunadarma.ac.id/

Jumat, 15 Oktober 2010

Kebudayaan Madura


KEBUDAYAAN MADURA
Madura memiliki kekayaan kesenian tradisional yang amat banyak, beragam dan amat bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang membawa pengaruh materalisme dan pragmatisme, kehadiran kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat di Madura sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa. Kita sebagai orang Indonesia harus mengenal budaya Madura yang masih hidup, bahkan yang akan dan telah punah. Pengenalan terhadap berbagai macam kebudayaan Madura tersebut akan diharapkan mampu menggugah rasa kebangsaan kita akan kesenian daerah.
Madura dikenal sebagai wilayah yang tandus namun kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya yang terdapat di Madura dibangun dari berbagai unsur budaya baik dari pengaruh animisme, Hin duisme dan Islam. Perkawinan dari ketiga unsur tersebut sangat dominan mewamai kebudayaan yang ada. Dalam perkembangannya berbagai kesenian yang bemafaskan religius, terutama benuansa Islami temyata lebih menonjol. Keanekaragaman dan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang ada di Madura menunjukkan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai religius Islami seharusnya dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda sebagai penerus warisan bangsa. Kesenian tradisional adalah aset kekayaan budaya lokal yang akan mampu melindungi generasi muda dari pengaruh negatif era globalisasi. Pengaruh budaya global yang demikian gencar melalui media elektronik dan media cetak menyebabkan generasi muda kehilangan jati diri.
1. Tembang Macapat
Tembang macapat adalah tembang (nyanyian) yang mula-mula dipakai sebagai media untuk memuji Allah SWT (pujian keagamaan) di surau-surau sebelum dilaksanakan shalat wajib, tembang tersebut penuh sentuhan lembut dan membawa kesahduan jiwa.
Selain berisi puji-pujian tembang tersebut juga berisi ajaran, anjuran serta ajakan untuk mencintai ilmu pengetahuan, ajaran untuk bersama-sama membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakekat kebenaran ser ta membentuk manusia berkepribadian dan berbudaya. Melalui tembang ini setiap manusia diketuk hatinya untuk lebih memahami dan mendalami makna hidup. Syair tembang macapat merupakan manivestasi hubungan manusia dengan alam, serta ketergantungan manusia kepada Sang Penguasa Alam Semesta.
2. Musik Saronen
Seni musik atau seni suara selanjutnya adalah musik saronen. Beberapa atraksi kesenian Madura pengiring instrumen musiknya adalah saronen. Musik ini adalah musik yang sangat kompleks dan serbaguna yang mampu menghadirkan nuansa sesuai dengan kepentingannya. Walaupun musik saronen adalah perpaduan dari beberapa alat musik, namun yang paling dominan adalah liuk-liukan alat tiup berupa kerucut sebagai alat musik utama, alat musik tersebut bernama saronen.
Musik saronen bersal dari desa Sendang Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep yang berasal dari kata senninan (hari Senin)
Suku Madura terkenal sebagai suku berwatak keras, polos, terbuka dan hangat, sehingga jenis musik riang dan berirama mars menjadi pilihan yang paling pas. Untuk mengiringi kerapan sapi dimainkan irama sarka yaitu permainan musik yang cepat dan dinamis, sedangkan irama lorongan jhalan (irama sedang) dimainkan pada saat dalam perjalanan menuju lokasi kerapan sapi.
Irama lorongan toju’ biasanya memainkan lagu-lagu gending yang beri rama lembut, biasanya digunakan untuk mengiringi pengantin keluar dan pintu gerbang menuju pintu pelaminan. Jenis seni musik atau sent suara selan jutnya adalah musik ghul-ghul yaitu didominasi oleh gendang (ghul-ghul). Namun dalam perkemba ngannya permainan musik ini memasukkan alat musik lainnya, baik alat musik tiup maupun alat musik pukul.
Ciri spesifik dari alat musik ini adalah terletak pada model gendang yang menggelembung besar di bagian tengah. Musik ghul-ghul ini diciptakan untuk mengiringi merpati ketika sedang terbang. Iringan musik ini dipakai sebagai sarana hiburan bagi organisasi (perkumpulan) “dara get tak” , ketika membentak kemudian merpati dilepas ke udara, musik ini ditujukan untuk menyemarak kan suasana, musik ghul-ghul ini berasal dari desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep.
3. Tan Muang dan Tari Duplang
Seni tari atau gerak yaitu tan muang sangkal dan tari duplang. Gerakan tari tradisional Madura tidak pemah terlepas dari kata-kata yang tertera dalam Al-Quran seperti kata Allahu atau Muhammad, begitu pula dengan batas-batas gerakan tangan tidak pemah melebihi batas payudara. Tari muang sangkal adalah sent tradisi yang bertahan sampai sekarang, Tari tersebut telah mengalami berbagai perubahan yaitu menjadi tarian wajib untuk menyambut tamu-tamu yang datang ke Sumenep.
Sedangkan Tari duplang meru pakan tari yang spesifik, unik dan langka. Keunikan dari tarian ini disebabkan karena tarian ini merupa kan sebuah penggambaran prosesi yang utuh dari kehidupan seorang wanita desa. Wanita yang be kerja keras sebagai petani yang selama ini terlupakan. Dijalin dan dirangkai dalam gerakan-gerakan yang sangat indah, lemah-lembut, dan lemah gemulai. Tarian ini diciptakan oleh seorang penari keraton bernama Nyi Raisa. Generasi tera khir yang mampu menguasai tarian ini adalah Nyi Suratmi, dan tarian ini jarang dipentaskan setelah adanya pergantian sistem pemerintahan, peralihan dari sistem raja ke bupati. Sejak saat itu tarian ini jarang dipentaskan.
Karena tingkat kesulitannya yang sangat tinggi, sehingga banyak penari segan untuk mempelajarinya, maka tidak mengherankan apabila tarian duplang kini tidak dikenal dan diingat lagi oleh seniman-seniman tari generasi berikutnya. Dengan demikian tarian ini benar-benar punah.
4. Upacara Sandhur Pantel
Upacara ritual yaitu sandhur pantel. Masyarakat petani atau masyarakat nelayan tradisional Madura menggunakan upacara ritual sebagai sarana berhubungan dengan mahluk gaib atau media komunikasi dengan Dzat tunggal, pencipta alam semesta. Setiap melakukan upacara ritual media kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh proses kegiatan. Masyarakat Madura menyebutnya sandhur atau dhamong ghardham, yaitu ritus yang ditarikan, dengan ber bagai tujuan antara lain, untuk memohon hujan, menjamin sumur penuh air, untuk menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit atau mencegah musibah, adapun bentuknya berupa tarian dan nyanyian yang diiringi musik.
Daerah-daerah yang mempunyai kesenian ini menyebar di wilayah Madura bagian timur. Batuputih terdapat ritus rokat dangdang, rokat somor, rokat bhuju, rokat thekos jagung. Di Pasongsongan terdapat sandhur lorho’. Di Guluk-guluk terdapat sandhuran duruding, yang dilaksanakan ketika panen jagung dan tembakau, berupa nyanyian laki-laki atau perempuan atau keduanya sekaligus tanpa iringan musik.
Musik langsung dimainkan oleh peserta dengan cara menirukan bunyi dari berbagai alat musik. Di lingkungan masyarakat tradisional yang masih mempercayai ritual sandhur panthel yang diguna kan sebagai media penghubung dengan sang pencipta. Namun ritual ini sebenarnya bertentangan dengan agama Islam dan tidak pula diajarkan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul, jadi ini merupa kan suatu bid’ah dan haram hukumnya jika dilaksanakan.
5. Kerapan Sapi
Seni pertunjukan berupa kerapan sapi dan topeng dalang. Perlombaan memacu sapi pertama kali diperkenalkan pada abad ke 15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di keratin Sumenep. Permainan dan perlombaan ini tidak jauh dari kaitannya dengan kegiatan sehari-hari para petani, dalam arti permainan ini memberikan motivasi kepada kewajiban petani terha dap sawah ladangnya dan disamping itu agar petani meningkatkan produksi temak sapinya.
Namun, perlombaan kerapan sapi kini tidak seperti dulu lagi dan telah disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Masalahnya banyak di antara para pemain dan penonton yang melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, yakni mereka tidak lagi mendirikan sha lat (Lupa Tuhan, ingat sapi). Kerapan sapi memang telah menjadi identitas, trade mark dan simbol keperkasaan dan kekayaan aset kebudayaan Madura.
Di sektor pariwisata, kerapan sapi mempakan pemasok utama Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), karena dari sektor ini para wisatawan mancanegara maupun domestik datang ke Madura untuk menyaksikan kerapan sapi. Namun sangat disayangkan karena yang terjadi saat ini, para wisatawan mancanegara maupun domestik sudah tidak lagi mau datang untuk menonton per lombaan kerapan sapi, hal ini disebabkan karena mereka melihat adanya penyiksaan terhadap binatang dengan memberikan sesuatu benda tajam dan lainnya kepada sapi, agar sapinya berlari lebih kencang dan menjadi pemenang. Selain itu, tidak sedikit dari penonton yang menjadikan perlombaan kerapan sapi sebagai arena pertaruhan judi.
6. Topeng Dalang
Seni pertunjukan selanjutnya adalah topeng dalang, Konon topeng dikatakan sebagai kesenian yang paling tua. Adapun bentuk topeng yang di kembangkan di Madura berbeda dengan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Topeng Madura pada umumnya lebih kecil bentuknya dan hampir semua topeng diukir pada bagian atas kepala dengan berbagai ragam hias. Ragam bias yang paling populer adalah hiasan bunga melati.
Adapun penggambaran karakter pada topeng dalang selain tampak pada bentuk muka juga dalam pemilihan wama, untuk tokoh yang berjiwa bersih digunakan wama putih, wama merah untuk tokoh tenang dan penuh kasih sayang, wama hitam untuk tokoh yang arif dan bijaksana bersih dari nafsu duniawi, kuning emas untuk tokoh yang anggun dan berwibawa, warna kuning untuk tokoh yang pemarah, licik dan sombong.
Setiap pementasan topeng dalang seluruh pemainnya didominasi laki-laki, penari sebanyak kira-kira 15-25 orang dalam lakon yang dipentaskan semalam suntuk, adapun aksesoris nya adalah taropong, sapiturung, ghungseng, kalong, rambut dan badung. Sedangkan untuk peme ran wanita aksesoris tambahannya adalah berupa sampur, kalung ular, gelang dan jamang. Teater topeng dalang Madura adalah satu-satunya teater tradisional yang mampu menaikkan pamor seni tradisi. Di era tahun 80-an sampai dengan tahun 90-an topeng dalang Sumenep melanglang buana sampai ke benua Amerika, Asia dan Eropa, kota-kota besar yang disinggahi adalah London, Amsterdam, Belgia, Perancis, Jepang dan New York.
Penampilan seni tradisional ini mampu memikat, memukau dan menghipnotis serta menimbulkan decak kagum para penonton, begitu hangat sambutan masyarakat intemasional terhadap kesenian topeng dalang. Namun sangatlah disayangkan, kekaguman yang pemah dibangun oleh para dalang di masa lalu, saat ini mulai pudar karena tidak adanya peminat, kesenian ini mulai berkurang terutama di masyarakat perkotaan, karena dianggap ketinggalan zaman. Saat ini pementasannya hanya dilakukan di daerah pinggiran yang masih peduli dan mencintai kesenian ini.
Seni teater tradisional yang dimiliki suku bangsa Madura menun jukkan betapa tinggi nilai budaya yang dimiliki oleh suku bangsa ini. Nilai-nilai adiluhur yang berlandaskan nilai keagamaan, seharusnya diperkenalkan kembali kepada generasi penerus sebagai pemilik sah atau pewaris budaya. Apalagi regenerasi ser ta pelestarian dikemas dalam bentuk yang luwes dan fleksibel sesuai dengan perkembangan yang ada. Sebagaimana wali songo menjadikan media ke senian sebagai sarana dakwah tanpa kehilangan nilai-nilai filosofi serta jati diri.
Maka dengan demikian, pihak Pemerintah Daerah, masyarakat, dan khususnya generasi muda pelajar saat ini haruss menjadi tonggak sebagai pelestari budaya daerah Madura, agar budaya yang telah ada tidak hilang atau punah dan akan terus menjadi kebanggaan bangsa. Namun budaya itu juga haruss sesuai dan tidak lepas dari norma atau aturan agama Islam, sehingga tidak termasuk budaya yang tidak diperbolehkan dan haram menurut agama. Sekian dan Terima kasih.

]