Select Your Favorite Color

Rabu, 18 Mei 2011

Subsidi BBM

Pemerintah kini sedang terjerat politik anggarannya sendiri. Karena mengedepankan popularitas dan pencitraan ketimbang nasionalitas ekonomi. Pemerintah juga akan tercekik anggaran subsidi bahan bakar minyak(BBM) yang bakal terus melonjak.
Pemantik lonjakan subsidi itu adalah harga minyak dunia yang bertahan tinggi di kisaran US$100/barel. Sejak awal Mei lalu harga pertamax mencapai Rp9.050/liter atau dua kali lipat daripada harga premium yang Rp4.500. Hal ini menyebabkan mereka yang selama ini mengkonsumsi BBM nonsubsidi beralih ke BBM subsidi, hal itulah yang membuat anggaran pemerintah semakin berat.
Akan tetapi, pemerintah bergeming, Pemerintah mengunci berbagai opsi penghematan BBM yang pernah dibuat, termasuk juga menaikan harga BBM.
Pemerintah bertindak seolah bukan soal, berapa pun biaya yang dikeluarkan untuk menyubsidi BBM. Subsidi dianggap sebagai satu-satunya cara untuk membantu perekonomian rakyat. Padahal anggaran subsidi itu praktis habis terbakar di jalan raya, terutama oleh kendaraan pribadi.
Akan lebih bermanfaat bagi perekonomian apabila subsidi BBM itu dikurangi dan anggarannya dialihkan untuk pembangunan infrastruktur dan transportasi massal. Transportasi massal yang bersih, lancar, dan aman akan mendorong masyarakat mau meniggalkan kendaraan pribadi mereka dan beralih ke kendaraan umum sebagai transportasi primer.
Jadi, sangat perlu dan penting untuk mulai mengedukasi masyarakat soal keterbatasan energi sehingga rakyat mau berhemat. Di lain pihak, pemerintah harus konsisten mengembangkan energi alternatif terbarukan secara konsisten serta menjamin ketersediaannya dari hulu hingga hilir.
Era minyak murah sudah berakhir. Ini kenyataan pahit yang harus dihadapi. Jadi, pemerintah jangan bunuh diri dengan politik anggaran yang mengedepankan citra.

Sumber: Koran Harian Media Indonesia